Bagaimana Caranya agar Maskapai Penerbangan di Jaman Sekarang bisa Lebih Ramah Lingkungan?
Pandemi telah membantu menurunkan dampak kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kerusakan lingkungan.
Jumlah penerbangan yang menurun akibat dari dampak yang ditimbulkan oleh pandemi virus corona telah memberikan harapan terhadap pihak-pihak pecinta lingkungan yang memandang emisi penerbangan udara merupakan salah satu ancaman paling serius terhadap kerusakan lingkungan. Perjalanan yang dilakukan oleh transportasi udara tampaknya mengundang kritik lebih besar dan berkontribusi sebesar 2-3% terhadap emisi karbon global. Namun, terlepas dari dampaknya yang terlihat sepele (setidaknya sampai covid-19 melanda) penerbangan pesawat terbang merupakan salah satu sumber polusi dengan pertumbuhan paling cepat, dan merupakan kontributor emisi terburuk jika dihitung dari tiap kilometernya dan hal ini menunjukkan kecenderungan meningkat. Dengan meningkatnya kebutuhan perjalanan udara dan semakin murahnya biaya perjalanan, ditambah kurang ketatnya regulasi untuk mencegah penambahan emisi, bukan tidak mungkin bahwa pada 2050 jumlah emisi yang dihasilkan oleh sektor ini bisa mencapai 9% dari total emisi karbon global.
Kembali ke tahun 2009 dimana industri penerbangan telah berkomitmen untuk mengurangi emisi yang dihasilkan menjadi ke separuh level dari yang dihasilkan di tahun 2005 pada 2050. Baru-baru ini "flygskam" (flight shame), sebuah kosakata dalam bahasa Swedia kian populer untuk menunjukkan kekhawatiran terhadap dampak lingkungan yang dihasilkan dari penerbangan, kelompok pemrotes seperti Extinction Rebellion, dimana pengikut-pengikutnya memblokir bandara, dan gerakan anti terbang lainnya telah memperingatkan industri penerbangan bahwa mereka telah gagal dalam mengatasi peningkatan jumlah emisi karbon.
Namun, industri penerbangan berhasil menghindari regulasi tersebut. Bahan bakar penerbangan masih terbebas dari pajak di rute penerbangan internasional, semua ini terjadi karena konvensi Chicago yang masih menjadi pedoman hukum industri penerbangan, walaupun konvensi ini sebenarnya sudah terbilang sangat usang mengingat ia disetujui pada tahun 1944. Pada 2013 Uni Eropa mencoba menambahkan penerbangan internasional ke dalam sistem emisi yang diperdagangkan, namun niat baik ini berhasil ditepis. Sebagai gantinya International Civil Avioation Organization (ICAO), sebuah organisasi milik PBB, menawarkan corsia, sebuah skema gobal untuk mengimbangi jumlah emisi. Walaupun mendapat kritikan karena dinilai masih pincang, skema ini tetap berlaku secara sukarela hingga tahun 2027 dan tidak mencakup penerbangan domestik. Corsia akan memulai tahap percobaannya pada tahun ini.
Di sisi lain, emisi karbon per penumpang telah mengalami penurunan lebih dari 50% sejak 1990. Teknologi terbaru yang digunakan oleh maskapai penerbangan (umumnya bahan bakar menyumbang sebesar 15-20% dari biaya operasional maskapai) berhasil mengurangi jumlah emisi yang dihasilkan. Setiap generasi pesawat terbang yang dirilis, seperti pesawat short-haul terbaru milik Airbus dan Boeing, biasanya lebih hemat bahan bakar sebesar 15-20% dibandingkan generasi sebelumnya, sebagian besar terjadi karena adanya improvements pada komponen engines. Beberapa penambahan kits juga lumayan memberikan kontribusi. Seperti "sharklets" milik Airbus dan "winglets" milik Boeing, yang merupakan komponen tambahan wingtip pada pesawat baru, telah berkonribusi dalam efisiensi bahan bakar sebesar 3-4%. Model bisnis yang lebih baik juga diciptakan, seperti low-cost carriers yang memuat lebih banyak penumpang, telah membuat pesawat bisa terbang dengan lebih banyak orang dalam sekali terbang. Average load factors telah meningkat sebesar 10 percentage points dalam 15 tahun terakhir menjadi 83% pada tahun 2019-walaupun hal ini terjadi sebelum COVID-19 melanda.
Jumlah emisi per penumpang akan menurun lebih jauh dalam beberapa tahun ke depan jika frekuensi penerbangan kembali tinggi seperti di tahun 2019 dalam tiga hingga empat tahun ke depan. Langit yang lebih bersih akan terwujud dari pensiun dini pesawat-pesawat tua dan kurang efisien bersamaan dengan kebijakan pengurangan kapasitas yang dilakukan oleh maskapai penerbangan. Model-model tertua dan paling tidak efisien seperti Boeing 747 jumbo jet dan Airbus A340 mungkin akan tetap dibiarkan di ground untuk efisiensi. beberapa model peswat akan pensiun dini dan digantikan oleh model yang lebih efisien.
Rel vs Udara
Pandemi mungkin akan menyebabkan beberapa peralihan ke transportasi berbasis rel, khususnya di Eropa dimana kereta api dan pesawat terbang saling bersaing di rute internasional dan membuat jaringan transortasi berkecepatan tinggi dapat diperluas. Di pasar domestik Tiongkok juga terjadi persaingan serupa antara kereta api dan pesawat terbang. UBS, sebuah bank, menganggap bahwa penggunaan kereta api cepat dapat menghambat pertumbuhan lalu lintas udara di tujuan-tujuan Eropa menjadi nol dari tahun 2018 hingga 2028. Pemerintah harus berinvestasi di kereta api cepat di Eropa mengingat komitmen mereka untuk mencapai net-zero-carbon emissions pada tahun 2050. Proses liberalisasi yang lebih jauh di penjuru Eropa akan memicu kompetisi yang lebih sengit lagi.
Namun kereta api tentu tidak pernah mampu bersaing dengan maskapai dalam rute jarak jauh yang menyeberangi lautan luas. Jadi suatu lompatan besar menuju net-zero emissions dari dunia penerbangan kini telah mengemuka. Airbus dan Boeing, kompetisi duopoli yang merajai rantai pasok pesawat terbang, sama-sama telah mengalami kerugian besar, pemangkasan jumlah produksi dan kekhawatiran terhadap kondisi keuangan terhadap pada supplier dan customer. Kesengsaraan Boeing diperparah dengan kecelakaan dan larangan terbang varian 737 max selama tiga tahun setelah dua kecelakaan fatal. Pesawat varian itu pada akhirnyad disertifikasi ulang agar mendapatkan ijin return to service oleh otoritas Amerika Serikat pada November. Namun kedua pemain besar ini akan terus menjual pesawat varian baru yang akan menggantikan pesawat-pesawat tua daripada menambah armada lama. Sehingga jumlah pesawat yang lebih baru dan bersih energi akan semakin tumbuh.
Airbus dan Boeing telah melangkah lebih jauh, dengan rencana penerbangan untuk membersihkan tindakannya secara lebih komprehensif. Perusahaan Eropa itu berharap untuk memiliki pesawat tanpa emisi yang dapat melayani rute jarak pendek dalam layanan komersial pada tahun 2035. Ada tiga konsep pesawat yang telah diluncurkan, termasuk desain "blended wing" yang futuristik, menggunakan hidrogen sebagai bahan bakar. Pada bulan Januari Boeing mengatakan bahwa pada tahun 2030 akan mulai mengirimkan pesawat komersial yang sepenuhnya ditenagai oleh biofuel, cara lain untuk mengurangi emisi. Hal ini sudah digunakan dalam jumlah terbatas oleh beberapa maskapai penerbangan, dicampur dengan bahan bakar biasa, tetapi masih sangat mahal—mungkin dua kali lipat harga minyak tanah.
Skala harus menurunkan harga. Dan mengubah materi tanaman dan limbah menjadi bahan bakar memiliki jejak karbonnya sendiri. Rolls-Royce, pembuat mesin jet, bagaimanapun memperhitungkan pengurangan 75% emisi karbon adalah mungkin, dengan lebih banyak lagi inovasi yang akan datang. Teknologi nol-emisi lainnya sedang dikembangkan. Startup telah menguji pesawat bertenaga baterai kecil. Eviation, sebuah perusahaan Israel, berharap Alice, pesawat yang mampu menerbangkan sembilan penumpang hingga 800 km, akan terbang untuk pertama kalinya tahun depan. Lainnya, seperti ZeroAvia, sedang mencoba sel bahan bakar yang menggunakan hidrogen untuk menghasilkan listrik untuk menggerakkan mesin.
Airbus mengharapkan pesawat barunya akan ditenagai oleh hidrogen secara langsung sebagai bahan bakar di turbofan baru dari jenis yang sekarang ditemukan di jet penumpang besar. Investasi besar akan dibutuhkan, dimulai dengan pembuat mesin yang harus mencari tahu bagaimana hidrogen, yang terbakar pada suhu yang jauh lebih tinggi daripada minyak tanah, dapat digunakan dengan aman. Rencana Boeing memerlukan beberapa adaptasi dari mesin yang ada. Mengingat bahwa pesawat baru dapat memakan waktu tujuh atau delapan tahun untuk beralih dari papan gambar ke layanan komersial, itu memberi Boeing apa yang oleh Robert Spingarn dari Credit Suisse, bank lain, disebut "ruang bernapas". Airbus kemungkinan akan meluncurkan program hidrogennya secara resmi pada tahun 2027. Jadi secara bertahap, setelah 2030 jika jadwalnya sesuai, pesawat baru akan memiliki emisi yang jauh lebih rendah dan setelah tahun 2035, jet jarak pendek harus memiliki emisi nol bersih. Teknologi hidrogen dapat diperluas ke pesawat berlorong ganda, yang semuanya harus menggunakan lebih banyak bahan bakar nabati. Tidak ada saklar yang akan dijentikkan tetapi dalam sekitar satu dekade perjalanan untuk membersihkan perjalanan akan dimulai dengan sungguh-sungguh.
Sumber: The Economist